Pages

Subscribe:

29 Juni 2011

Broadcast Creativity Festival (Festival Kreativitas Broadcast)

Broadcast, mungkin bagi sebagian orang sangat familier dengan istilah tersebut, tetapi sebagian yang lain mungkin sebuah bentuk tanda tanya yang besar.
          Ketika sebuah kru acara televisi maupun film beraktifitas di tempat umum, sudah dapat dipastikan akan menjadi obyek tontonan yang menarik. Jadi sebenarnya proses pembuatan acara itu sendiri juga menarik dan dapat dijadikan komoditi tontonan yang menarik.
Airlangga Broadcast Education sebagai lembaga pendidikan yang bergerak di bidang broadcasting atau penyiaran, berusaha untuk mencetak broadcaster – broadcaster muda yang handal serta mampu menjawab tantangan dunia kerja akan kebutuhan masyarakat atas perkembangan arus informasi yang semakin cepat.
Pada tahun ini Airlangga Broadcast Education tepat menginjak usia yang keenam tahun. Dimana usia tersebut, Airlangga Broadcast Education dituntut lebih dewasa dan matang dalam menata kurikulum, melayani mahasiswanya serta mengembangkan lembaga agar lebih baik dan maju.
Untuk memperingatinya, Airlangga Broadcast Education mengadakan Broadcast Creativity Festival 2011 atau sering disingkat BCF.
Kegiatan yang diisi dengan acara lomba-lomba yang berhubungan dengan broadcast yaitu :
  1. Indie Movie Competition
  2. Music Competition
  3. Photograpy Competition
  4. News Reader Competition
 Selain itu di acara ini jua di adakan talk show bersama Mira Lesmana, Aman sugandhi, dan Dwi Ilalang. Acara ini akan diadakan tanggal 24 Juli 2011 di Atrium Tunjungan Plaza 2, Surabaya.



Ayo!!! Hadiri acara ini dan ikuti lombanya dan dapatkan hadiah jutaan rupiah.

28 Juni 2011

Twelve Guidelines for Better Videos

1. Use a tripod or a solid camera support. This is especially important in close-ups.
The exception is where you want to show a subjective camera effect, communicate a fluid or unstable situation, impart a documentary-style effect, or in news situations where you will miss the shot if you try to use a tripod.
However, we commonly see handheld camera shots on episodic TV (Law & Order, etc.) and even on feature-length films (The Bourne Ultimatum, etc.).
Although this saves money by reducing camera setup times, when viewed on a large screen, viewers are apt to complain that this can make them a bit "seasick" -- especially in HDTV. 

2. Rely on medium close-ups and close-ups for your basic visual material. Wide shots should only be used for establishing (and reestablishing) shots. HDTV doesn't require this same close-up emphasis, but for some time we'll have to shoot with both formats in mind. 

3. Eliminate shots that don't contribute to the project's goals or your basic story idea. The rule here is: If in doubt, leave it out! 

4. Cut away from a shot as soon as the basic information is conveyed, especially if the shot is a static one. Almost all of the student videos I see could be judiciously cut by at least 50% and be much improved in the process. 

5. Resist the temptation to keep the camera rolling, and pan, zoom and tilt the camera to get from one shot to another. Zooms and pans are generally just lazy and time-consuming ways of changing shots. A cut is almost always stronger and faster. Use pans and tilts when you need to reveal something or when you need to follow subject movement.
True, we see a lot of zooms, pans and tilts in videos, but take a look at a good feature-length film — especially one that has won an award for cinematography. You won't often see many of these. 

6. Make sure your key subject matter (the talent) is not wearing white, or is against a white (or very light) background. The sky, windows, bright walls and lights in the picture are the biggest problem. The result is gray scale compression or white clipping.  If you can't avoid this, you can manually open the camera's iris or engage the camera's "backlight" switch and carefully observe the effect while you make adjustments. 

7. Unless you are "editing in the camera," make sure you observe a five-second roll cue at the beginning of each take. Otherwise, especially considering the pre-roll requirements for many videotape editors, you may find it impossible to use the segment during editing.

8. Cue up your piece to the very beginning of a ten-second countdown leader before submitting  your work.

9. Use a auxiliary mic for interviews, never the built-in camera mic. Use the mic as close to the subject as possible. If you don't want the mic to be conspicuous, use a clip-on, or personal mic, hide the handheld mic close to the subject, or use an off-camera directional mic.
10. Select instrumental music as background for narration, not vocal, rap, or hip-hop music. You can't have two voice tracks going at the same time and expect the audience to follow both.
11. Use B-roll footage with interviews whenever possible. Don't just hold a shot of a "talking head" unless the person is very dramatic or animated. Whenever possible supplement the interview footage with shots that help explain or illustrate what's being said.


12. Completely and thoroughly think through and plan your piece before you start. Remember: The most important phase of production is preproduction.
Plan for visual and audio variety and only include shots that are essential to getting your point across. Keep in mind the emotional element in production content.

27 Juni 2011

Sejarah Perkembangan televisi

Pada tahun 1962 menjadi tonggak pertelevisian Nasional Indonesia dengan berdiri dan beroperasinya TVRI. Pada perkembangannya TVRI menjadi alat strategis pemerintah dalam banyak kegiatan, mulai dari kegiatan sosial hingga kegiatan-kegiatan politik. Selama beberapa decade TVRI memegang monopoli penyiaran di Indonesia, dan menjadi “ corong “ pemerintah. Sejak awal keberadaan TVRI, siaran berita menjadi salah satu andalan. Bahkan Dunia dalam Berita dan Berita Nasional ditayangkan pada jam utama. Bahkan Metro TV menjadi stasiun TV pertama di Indonesia yang fokus pada pemberitaan, layaknya CNN atau Al-Jazeera. Pada awalnya, persetujuan untuk mendirikan televisi hanya dari telegram pendek Presiden Soekarno ketika sedang melawat ke Wina, 23 Oktober 1961.
Sulit dibayangkan bagiamana repotnya dan susahnya ketika itu, karena bahkan untuk memlilih peralatan yang mana dari perusahaan apa, masih serba menerka. Dalam perkembangannya, TV swasta melahirkan siaran berita yang lebih variatif. Siaran berita yang bersifat straight news, seperti Liputan 6 (SCTV), Metro Malam (Metro TV), dan Seputar Indonesia (RCTI) tidak jadi satu-satunya pakem berita televisi. Kurang dalamnya straight news disiasati stasiun TV dengan tayang depth reporting, yang mengulas suatu berita secara lebih mendalam. Tayangan itu antara lain Metro Realitas (Metro TV), Derap Hukum dan Sigi (SCTV) dan Kupas Tuntas (Trans TV). Sementara itu, berita kriminal mendapat tempat tersendiri dalam dunia pemberitaan televisi, sebutlah Buser (SCTV), Sergap (RCTI) dan Patroli (Indosiar). Tonggak kedua dunia pertelevisian adalah pada tahun 1987, yaitu ketika diterbitkannya Keputusan Menteri Penerangan RI Nomor : 190 A/ Kep/ Menpen/ 1987 tentang siaran saluran terbatas, yang membuka peluang bagi televisi swasta untuk beroperasi. Seiring dengan keluarnya Kepmen tersebut, pada tanggal 24 agustus 1989 televisi swasta, RCTI, resmi mengudara, dan tahun-tahun berikutnya bermunculan stasiun-stasiun televisi swasta baru, berturut-turut adalah SCTV ( 24/8/90 ), TPI ( 23/1/1991 ), Anteve ( 7/3/1993 ), indosiar ( 11/1/1995 ), metro TV ( 25/11/2000 ), trans TV ( 25/11/2001 ), dan lativi ( 17/1/2002 ). Selain itu, muncul pula TV global dan TV 7. jumlah stasiun televisi swasta Nasional tersebut belum mencakup stasiun televisi lokal – regional..
Maraknya komunitas televisi swasta membawa banyak dampak dalam kehidupan masyarakat, baik positif atau negatif. Kehadiran mereka pun sering menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Pada satu sisi masyarakat dipuaskan oleh kehadiran mereka yang menayangkan hiburan dan memberikan informasi, namun di sisi lain mereka pun tidak jarang menuai kecaman dari masyarakat karena tayangan-tayangan mereka yang kurang bisa diterima oleh masyarakat ataupun individu-individu tertentu. Bagaimanapun juga, televisi telah menjadi sebuah keniscayaan dalam masyarakat dewasa ini. Kemampuan televisi yang sangat menakjubkan untuk menembus batas-batas yang sulit ditembus oleh media masa lainnya. Televisi mampu menjangkau daerah-daerah yang jauh secara geografis, ia juga hadir di ruang-ruang publik hingga ruang yang sangat pribadi. Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar hidup ( gerak atau live ) yang bisa bersifat politis, informatif, hiburan, pendidikan, atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut. Oleh karena itu, ia memiliki sifat yang sangat istimewa.
Kemampuan televisi yang luar biasa tersebut sangat bermanfaat bagi banyak pihak, baik dari kalangan ekonomi, hingga politik. Bagi kalangan ekonomi televisi sering dimanfaatkan sebagai media iklan yang sangat efektif untuk memperkenalkan produk pada konsumen. Sementara, bagi kalangan politik, televisi sering dimanfaatkan sebagai media kampanye untuk menggalang masak, contohnya adalah, banyak pihak yang menilai kemenangan SBY di Indonesia dan JFK di Amerika sebagai presiden adalah karena kepiawaian mereka memenfaatkan media televisi. Belakangan, televisi pun sering dimanfaatkan oleh pemerintah sebagai media sosialisasi sebuah kebijakan yang akan di ambil kepada masyarakat luas, seperti yang belakangan adalah sosialisasi tentang kenaikan harga BBM dan tarip dasar listrik. Kehadiran televisi banyak memberi pengaruh positif dalam masyarakat, terutama yang terkait dengan kemampuannya untuk menyebar informasi yang cepat dan dapat diterima dalam wilayah yang sangat luas pada waktu yang singkat. Hasil penelitian MRI ( 2001 ) terhadap para ibu yang diungkapkan oleh Puspito ( Almira-online ) menyebutkan bahwa siaran televisi memberikan dampak positif bagi anak-anak mereka. Diantara dampak positif tersebut adalah menambah wawasan anak, anak menjadi lebih cerdas, anak dapat membedakan yang baik dan jahat, serta dapat mengembangkan keterampilan anak. Dampak negatif yang ia lihat pada anak mereka, yaitu berperilaku keras, moralitas negatif, anak pasif, dan tidak kreatif nilai sekolah rendah, kecanduan menonton, dan perilaku konsumtif.


• SEJARAH TELEVISI LOKAL
Penyiaran saat ini tidak lagi menjadi monopoli Jakarta. Fenomena menjamurnya televisi lokal di berbagai daerah dapat dijadikan indikator telah menyebarnya sumber daya penyiaran. Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), sebuah organisasi tempat bergabungnya televisi lokal yang berdiri pada 26 Juli 2002, hingga saat ini telah menghimpun sebanyak 23 industri televisi lokal. Anggotanya tersebar di berbagai daerah di Indonesia, ada Bandung TV di Bandung, Bali TV di Bali, Riau TV di Pekanbaru Riau, dan berbagai daerah lainnya. Belum lagi keberadaan televisi lokal lainnya yang belum terdata sama sekali. Dapat dibayangkan betapa ramainya udara Indonesia di masa yang akan datang dengan maraknya televisi lokal yang akan bermunculan. menggeliatnya perkembangan televisi lokal tidak seindah yang dibayangkan. Televisi lokal yang sudah beroperasi banyak yang berjibaku dengan masalah internalnya, dari persoalan buruknya manajemen, baik manajemen sumber daya manusianya maupun manajemen keuangannya, hingga pada persoalan sulitnya mendapatkan share iklan.
Iklan merupakan masalah tersendiri yang cukup membuat gelisah para pengelola sebagian besar televisi lokal. Potret buruknya sistem manajemen sebagian televisi lokal dapat dilihat dalam peristiwa protes karyawan salah satu televisi lokal yang terjadi di tahun 2005. Protes karyawan dilatarbelakangi karena rendahnya upah yang diterima serta tidak adanya kepastian kerja bagi mereka. Tumpuan harapan
Publik sesungguhnya menaruh harapan begitu tinggi terhadap televisi lokal. Kehadirannya di belantika penyiaran diharapkan dapat memberi alternatif tontonan dan dapat mengakomodasi khazanah lokalitas yang saat ini kurang tertampung dalam tayangan televisi Zaman telah berubah, konsentrasi media dan pemusatan modal ingin dihilangkan. Walau tidak bisa dilakukan secara langsung, keinginan menyebar sumber daya itu akan dilakukan secara bertahap seiring dengan penataan sistem dan regulasinya. Ini merupakan berkah yang patut disyukuri masyarakat daerah.
Bila keadaan ini terus berjalan sesuai harapan, geliat industri penyiaran di daerah akan berkembang dan orang tidak lagi melihat Jakarta sebagai pusat peradaban penyiaran. Peradaban penyiaran lambat laun akan tumbuh di berbagai daerah. Fenomena ini mungkin hampir sama dengan keadaan pada zaman Yunani kuno. Di sana polis- polis berkembang dan kebudayaan tidak terpusat di suatu tempat. Tanggung jawab pengelola
Banyaknya masalah yang dihadapi oleh industri televisi lokal menuntut perhatian dan upaya untuk mengatasinya. Hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab regulator penyiaran, melainkan juga menjadi tanggung jawab pengelola televisi lokal itu sendiri. Dari sudut regulator diharapkan ada regulasi atau kebijakan yang memihak terhadap tumbuhkembangnya televisi lokal.
Pemihakan itu kemudian dituangkan dalam produk peraturan. Dari sisi televisi lokal, harus segera dilakukan upaya, antara lain pertama, televisi lokal harus mampu menciptakan keunikan dari program siaran yang dikelolanya. Bila hal ini dapat dilakukan, setidaknya televisi lokal dapat membangun posisi tawar di hadapan televisi Jakarta dan dapat meraih pemirsa daerah yang selama ini menjadi penonton loyal televisi local. Bila televisi lokal telah menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri, rasanya cita-cita mewujudkan sistem penyiaran nasional yang berkeadilan bukanlah sebuah impian yang utopis.
Pada era otonomi daerah, peran media massa makin urgen. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang direvisi menjadi Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah lebih menitikberatkan pada partisipasi dan kontrol masyarakat serta pemberdayaan institusi lokal. Salah satu upaya yang harus dilakukan demi suksesnya otonomi daerah adalah mengoptimalkan peran institusi lokal nonpemerintah, seperti media massa. Strategi komunikasi yang berkembang pun tidak lagi centrist vertical seperti pada masa Orde Baru. Pada masa itu, media massa hanya menjadi corong komunikator puncak yang duduk di jabatan tertinggi pemerintahan sehingga informasi yang beredar pun hanya untuk kepentingan pemerintahan. Sementara itu, masyarakat diposisikan hanya sebagai komunikan yang dijejali dengan berbagai propaganda. Di Indonesia saat ini sudah berkembang startegi komunikasi two way traffic yang dalam pandangan Peterson dan Burnett, telah terjadi komunikasi vertikal downward communication dan upward communication.
Realitas tersebut merupakan angin surga bagi kehidupan media massa di tanah air. Setidaknya, media massa pada orde ini dapat lebih memberdayakan dirinya sembari tetap mempertahankan empat fungsi pokoknya, yakni, memberikan informasi (to inform), menjadi media pendidikan (to educate), sarana hiburan bagi masyarakat (to entertain), dan kontrol sosial (social control). Keempat fungsi pokok tersebut harus dikayuh dalam bingkai-bingkai norma yang berlaku, baik norma hukum, norma agama, norma susila, maupun norma kesopanan.

Dalam penemuan televisi, terdapat banyak pihak, penemu maupun inovator yang terlibat, baik perorangan maupun perusahaan. Televisi adalah karya massal yang dikembangkan dari tahun ke tahun.

Awal dari televisi tentu tidak bisa dipisahkan dari penemuan dasar, yaitu hukum Gelombang Elektromagnetik yang ditemukan oleh Joseph Henry dan Michael Faraday (1831) yang merupakan awal dari era komunikasi elektronik.

1876 - George Carey menciptakan Selenium Camera yang digambarkan dapat membuat seseorang melihat gelombang listrik. Belakangan, Eugen Goldstein menyebut tembakan gelombang sinar dalam tabung hampa itu dinamakan sebagai Sinar Katoda.

1884 - Paul Nipkov, Ilmuwan Jerman, berhasil mengirim gambar elektronik menggunakan kepingan logam yang disebut Teleskop Elektrik dengan resolusi 18 garis.

1888 - Freidrich Reinitzeer, ahli botani Austria, menemukan cairan kristal (liquid crystals), yang kelak menjadi bahan baku pembuatan LCD. Namun LCD baru dikembangkan sebagai layar 60 tahun kemudian.

1897 - Tabung Sinar Katoda (CRT) pertama diciptakan oleh ilmuwan Jerman, Karl Ferdinand Braun. Ia membuat CRT dengan layar berpendar bila terkena sinar. Inilah yang menjadi cikal bakal televisi layar tabung.

1900 - Istilah Televisi pertama kali dikemukakan Constatin Perskyl dari Rusia pada acara International Congress of Electricity yang pertama dalam Pameran Teknologi Dunia di Paris.

1907 - Campbell Swinton dan Boris Rosing dalam percobaan terpisah menggunakan sinar katoda untuk mengirim gambar.

1927 - Philo T Farnsworth ilmuwan asal Utah, Amerika Serikat mengembangkan televisi modern pertama saat berusia 21 tahun. Gagasannya tentang image dissector tube menjadi dasar kerja televisi.

1923 - Vladimir Kozma Zworykin, mendaftarkan paten atas namanya untuk penemuannya, kinescope, televisi tabung pertama di dunia. Setahun kemudian, dia mendapat kewarganegaraan Amerika Serikat dan menyelesaikan studi doktornya di Universitas Pittsburgh. Vladimir lahir di Rusia, 30 Juli 1889. Dia menyempurnakan tabung katoda yang dinamakan kinescope. Temuannya mengembangkan teknologi yang dimiliki CRT. Dia bekerja di perusahaan elektronik RCA dan selama 1930 hingga 1940-an, perusahaan itu memanjakannya dengan menguras dana US$ 150 juta untuk produksi teknologi televisi. Keterbukaan Zworykin pada kritik, membuatnya menemukan penemuan baru lagi. Sebuah kamera tabung. Ini melengkapi teknologi televisi tabung penemuannya. Penemuan itu dinamakannya iconoscope, berasal dari bahasa Yunani, icon yang berarti citra dan scope yang berarti mengamati. Ia meninggal karena usia tua pada 29 Juli 1982. Dialah yang kemudian sebagai Sang Penemu Televisi. (1889-1982).

1939 - tepatnya tanggal 11 Mei, untuk pertama kalinya, sebuah pemancar televisi dioperasikan di kota Berlin, Jerman. Dengan demikian, dunia mulai berkenalan dengan alat komunikasi secara visual. Stasiun televisi itu kemudian diberi nama Nipko, sebagai penghargaan terhadap Powel Nipkov, ilmuwan terkenal Jerman dan salah seorang penemu peralatan televisi.

1940 - Peter Goldmark menciptakan televisi warna dengan resolusi mencapai 343 garis.
1956 - Robert Adler kelahiran Amerika Serikat bersama rekannya Eugene Polley, menemukan remote control televisi. Walaupun bukan televisinya, tetapi penemuannya menjadi sangat penting bagi teknologi televisi. Dia meninggal dalam usia 93 tahun. Penerima penghargaan Emmy tahun 1997 karena penemuannya itu mendapatkan lebih dari 180 paten Amerika selama karir 58 tahunnya. Menurut istrinya, pengendali jarak jauh televisi itu bukanlah penemuan favoritnya dan dia jarang menonton televisi.

1958 - Sebuah karya tulis ilmiah pertama tentang LCD sebagai tampilan layar televisi dikemukakan oleh Dr. Glenn Brown.

1964 - Prototipe sel tunggal display Televisi Plasma pertamakali diciptakan Donald Bitzer dan Gene Slottow. Langkah ini dilanjutkan Larry Weber.

1967 - James Fergason menemukan teknik twisted nematic, layar LCD yang lebih praktis.
1968 - Layar LCD pertama kali diperkenalkan lembaga RCA yang dipimpin George Heilmeier.
1975 - Larry Weber dari Universitas Illionis mulai merancang layar plasma berwarna.

1979 - Para Ilmuwan dari perusahaan Kodak berhasil menciptakan tampilan jenis baru organic light emitting diode (OLED). Sejak itu, mereka terus mengembangkan jenis televisi OLED. Sementara itu, Walter Spear dan Peter Le Comber membuat display warna LCD dari bahan thin film transfer yang ringan.

1981 - Stasiun televisi Jepang, NHK, mendemonstrasikan teknologi HDTV dengan resolusi mencapai 1.125 garis.

1987 - Kodak mematenkan temuan OLED sebagai peralatan display pertama kali.
1995 - Setelah puluhan tahun melakukan penelitian, akhirnya proyek layar plasma Larry Weber selesai. Ia berhasil menciptakan layar plasma yang lebih stabil dan cemerlang. Larry Weber kemudian megadakan riset dengan investasi senilai 26 juta dolar Amerika Serikat dari perusahaan Matsushita.

2000-an, masing-masing jenis teknologi layar semakin disempurnakan. Baik LCD, Plasma maupun CRT terus mengeluarkan produk terakhir yang lebih sempurna dari sebelumnya.

2008 dan seterusnya, menyusul perkembangan televisi digital di negara-negara Amerika dan Eropa, Indonesia juga akan menerapkan sistem penyiaran Televisi digital (Digital Television/DTV) adalah jenis TV yang menggunakan Modulasi digital dan sistem kompresi untuk menyebarluaskan video, audio, dan signal data ke pesawat televisi.

Latar belakang pengembangan televisi digital:
-Perubahan lingkungan eksternal
-Pasar TV analog yang sudah jenuh
-Komplain adanya noise, ghost dll
-Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel (Cable Television)

Perkembangan teknologi :
-Teknologi pemrosesan sinyal digital (Digital Signal Processor)
-Teknologi transmisi digital
-Teknologi semikonduktor
-Teknologi peralatan display yang beresolusi tingggi

Keunggulan televisi digital :
-High Definition. 5~6 kali lebih halus dibanding televisi analog
-Finest sound. Kemampuan mereproduksi suara seperti sumber aslinya
-Multifunction. Memberi kemampuan untuk merekam dan mengedit siaran
-Multichannel (satu saluran dapat diisi lebih dari 5 program yang berbeda)

sumber : http://paradiza.blogspot.com/2009/01/sejarah-perkembangan-televisi.html